JAKARTA, KOMPAS – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif mengaku belum menerima informasi atau laporan resmi terkait 10 pegawai Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara yang ditetapkan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Di sisi lain, Kementerian ESDM saat ini fokus melakukan audit internal.
“Yang di media itu sudah diumumkan, tetapi secara resmi belum kami terima. Tapi yang diumumkan memang terkait dengan manipulasi Tukin (tunjangan kinerja) yang ditemukan oleh KPK,” kata Arifin di Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (31/3/2023).
Mengenai pemeriksaan Pelaksana Harian (Plh) Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Idris F Sihite sebaga saksi, Arifin juga mengetahui hal itu seperti apa yang disampaikan KPK di media. Dilaporkan, Idris memiliki kunci apartemen. Apartemen itu lalu digeledah.
“Tapi kita tunggulah. Kunci tersebut, sebagaimana disampakan di media bukan milik yang bersangkutan. Jadi, kita tunggu saja hasil penyelidikan, penyidikan yang saat ini berlangsung,” lanjutnya.
Sementara itu, terkait ketidakhadiran Idris atas pemanggilan KPK pada Kamis (30/3), Arifin juga telah mengetahui informasi dari Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM. “Dari Sekjen (informasinya) itu sakit. Tapi dia harus datang (memenuhi panggilan KPK),” ucapnya.
Saat ini, imbuh Arifin, pihaknya akan lebih dulu fokus melakukan audit internal. “(Akan mengecek) ada lagi nggak (yang bermasalah)? Tapi terkait dengan minerba (mineral dan batubara), kan, ada sekian orang hilang (menjadi tersangka) ya nanti harus ada penggantian,” katanya.
Sebelumnya, Arifin menuturkan, hasil penyidikan KPK akan digunakan untuk bahan perbaikan tata kelola di Kementerian ESDM. Akan ada evaluasi serta penerapan pengawasan yang lebih ketat, termasuk pembenahan prosedur-prosedur dalam tata kelola di kementerian tersebut. (Kompas, 29/3)
Adapun KPK telah menetapkan 10 orang di Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM sebagai tersangka dalam kasus korupsi, dengan kerugian negara hingga Rp 20 miliar. Salah satu tersangka ialah pejabat pembuat komitmen. (Kompas, 31/3)
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu menuturkan, mereka mengetahui ada uang di Kementerian ESDM yang tidak digunakan. Para tersangka kemudian bersekongkol untuk memasukkan dana tersebut ke Tukin pegawai, dengan cara seolah-olah salah ketik. Contohnya, tunjungan kinerja pegawai semestinya Rp 5 juta, tetapi diketik Rp 50 juta.
Sekretaris Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), dalam laporannya, Kamis (30/3) menilai, KPK Perlu lebih komprehensif dalam melihat korupsi Tukin. Sebab, juga berpotensi terjadi di kementerian/lembaga lainnya.
Peneliti Fitra Gurnadi R mengatakan, korupsi Tukin bisa menyebabkan turunnya etos kerja pegawai di Kementerian ESDM. Sebab, jika besaran Tukin dimanipulasi dengan cara penggelembungan nilai, substansi Tukin yang bertujuan memberi semangat dan penghargaan kepada pegawai berkinerja baik akan hilang.
“Pemberian Tukin juga harus didasarkan pada kriteria kesiapan kementerian/lembaga dalam melaksanakan reformasi birokrasi secara berkesinambungan. Kasus potensi korupsi Tukin sendiri bisa menjadi preseden buruk bagi semangat reformasi birokrasi di Kementerian ESDM,
Gurnadi Ridwan, Peneliti Seknas FITRA