Dua pasangan calon presiden dan wakil Presiden sudah mendeklarasikan pencalonannya dalam pemilihan Presiden yang akan digelar 9 Juli mendatang. Pemilihan Presiden mendatang nampaknya diwarnai dengan koalisi dan saling dukung antar parpol, namun, beberapa dari masyarakat menganggap apakah koalisi-koalisi ini mampu untuk mengusung program perbaikan disegala sektor khususnya tata kelola sumber daya alam yang menjadi PR besar bagi pemerintahan selanjutnya dan apakah mampu membersihkan intervensi mafia tambang dan energy dari barisan koalisi yang mereka bentuk?
Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran bersama Institut Hijau Indonesia, ICEL, ICW, JATAM, Solidaritas Perempuan dan KontraS pada Selasa (20/5) menggelar konferensi Pers bertajuk “Menolak Mafia Tambang dan Migas Bermain Dalam Pilpres 2014” di Warung Daun, Cikini Jakarta, dalam konferensi persnya FITRA memaparkan keterlibatan langsung maupun tidak langsung mafia tambang dan energy dalam politik yang tentu saja memiliki andil besar dalam carut marut tata kelola tambang dan energy.
“Tidak sedikit kepala daerah anggota legislatif maupun capres yang modal politiknya ditopang dariindustri tambang dan energy” terang Direktur Knowledge Management FITRA Hadi Prayitno. Ditambahkannya secara umum modus mafia tambang dan energy dalam melakukan penjarahan dengan kekuasaan politik, perluasan produk kebijakan, politik tawar menawar, kroni, jaminan polkam dan bisa juga dengan investasi langsung.
Menurut pandangan FITRA KPK sendiri telah mengidentifikasi 10 permaslahan dalam pengelolaan tambang yang memiliki potensi merugikan negara sebesar Rp 14 Triliun. Hadi mengatakan KPK juga menyebut hanya 42% perusahaan pemegang IUP yang teridentifikasi memiliki NPWP dan 45% IUP yang ada tidak bersatatus jelas. “KPK memang baru menyentuh permaslahan nominal yang berpotensi merugikan negara saja dan belum menyentuh maslah hilangnya ruang hidup warga yang diakibatkan dari ekspansi tambang dan energy itu sendiri” ujar Hadi.
Dalam catatan KontraS ada 12 korban tewas, 211 korban luka dan 89 warga ditahan akibat konflik disektor tambang dan energy, berkaca dari tragedy lumpur lapindo Sidoarjo pula hingga masuk tahun ke delapan yang belum jelas penyelesaiannya, lagi-lagi masyrakat yang menjadi tumbal dari carut marut tata kelola tambang dan energy. “kehadiran pertambangan di Indonesia faktanya juga tidak meningkatkan kesejahteraan masyarakat baik dari sektor kesehatan, sosial maupun lingkungan” tambah Hadi.
Oleh karenanya FITRA bersama dengan Institut Hijau Indonesia, ICEL,ICW, JATAM, Solidaritas Perempuan dan KontraS memandang sangat penting bagi para capres yang akan bertarung pada pilpres 2014 mendatang untuk segera melaksanakan perbaikan kebijakan dan tata kelola energi dan tambang yang lebih berpihak pada masyarakat dengan membersihkan jajaran gerbong koalisi dan calon cabinet dari intervensi mafia tambang dan energy kemudian mampu membeberkan secara transparan sumber dana politik dan kampanye yang digunakan pada pemilu 2014 dan secara tegas menutup pintu donasi kampanye dari mafia tambang dan energi./ RedaksiFITRA